Senin, 11 Februari 2013

NYALA CINTA KITA

Aku punya seorang sahabat, namanya Willyam.Dia mengenang masa berpacarannya dengan takjub. Ia sekarang bekerja di Surabaya dan pacarnya berada di Semarang. Minimal sebulan sekali mereka bertemu. Ia harus menempuh perjalanan selama delapan jam dengan bus untuk bisa bertemu. "Waktu itu rasanya tidak berat sama sekali, justru saya sangat bersemangat", kisahnya. "Lucunya, setelah menikah saya merasa berat harus pergi ke Semarang", lanjutnya sambil tertawa.
Cinta membuat apa yang kita lakukan terasa berbeda. Hal-hal yang berat terasa ringan. Kesusahan rasanya hanya sebentar, tak sebanding dengan kesukaan bersama yang dicinta. Tak heran salomo melukiskan cinta yang bergairah itu seperti maut yang tak dapat dihalang-halangi. Seperti nyala api yang tak bisa dihentikan, bahkan seperti nyala api Tuhan! Api yang kecil bisa dipadamkan dengan siraman air, tetapi bukan itu yang ia bicarakan. Ingat kisah Elia yang menyiram korban persembahan demgam banyak air. Nyala api Tuhan bukan membakar habis persembahan itu, tetapi juga parit-parit penuh air di sekitarnya. Cinta membuat semangat tetap bergelora sekalipun kenyamanan dan kemewahan tiada.
Ketika dampak dahsyat cinta tak lagi terlihat. Kita mulai bertanya, apa yang berubah? Apakah cinta mula-mula itu masi ada? Pernahkah pertanyaan serupa kita ajukan dalam hubungan dengan Tuhan? Ketika diajukan kepada Tuhan, jawaban-Nya mantap: tak ada kuasa  bahkan maut sekalipun, yang dapat memisahkan kita dari kasih-Nya. Kasih-Nya tak terbantahkan dengan kematian-Nya di kayu salib. Ketika diajukan kepada kita, apa gerangan jawab kita? Apakah cinta mula-mula itu masih ada?

Ketika Kita Mengasihi Tuhan, Kesusahan Terasa Ringan Di Bandingkan Kesukaan Bersama-Nya.
Tuhan Berkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar